Sabtu, 29 Oktober 2016

Makalah Perencanaan Wilayah



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Mekanisme perencanaan pembangunan wilayah nasional berjalan  melalui dua pendekatan utama, yaitu pembangunan sektoral dan regional. Hasil dua pendekatan diharapkan dapat menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan bekembang atas dasar kekuatan sendiri dan mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila. Kenyataannya, upaya menciptakan keselarasan dan keserasian dua strategi tersebut merupakan hak pelik, bahkan cenderung kontradiktif dan dikotomis.
Dalam perkembangannya pendekatan pertama (sektoral) nampak lebih menonjol dan semakin mengua dibanding pendektan kedua (regional), hal ini dapat dilihat dari orientasi pembangunan yang secara tegas meletakkan aspek pertumbuhan ekonomi ( econimoc growth) sektoral sebagai cara untuk mencapai tujuan pembangunan. Disamping telah memberikan hasil yang memuaskan seperti pertumbuhan ekonomi tinggi, pendapatan perkapita naik, namun orientasi tersebut ternyata telah menimbulkan beberapa masalah, salah satu diantaranya adalah tidak meratanya distribusi kegiatan dan hasil pembangunan, sehingga beberapa agenda permasalahan pembangunan, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketimpangan antar wilayah (kota-desa, pusat-daerah), sering digunakan sebagai contoh produk model pembangunan (sektoral) yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut dapat dimengerti karena untuk mengajar pertumbuhan yang tinggi serta efesiensi, pembangunan diutamakan pada kegiatan-kegitan yang palinh produktif, terutama kegiatan ekspor produksi primer seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Sementara itu untuk mengadakan barang-barang konsumsi dan mengurangi ketergantungan impor, yang dikembangkan di kota-kota besar. Akibatnya tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi hanya terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan sumber alam serta kota-kota besar. Dari sinilah persoalan ketimpangan wilayah sebagai agenda utama pembangunan regional berawal dan terus berkembang.
Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia :
1.      Potensi sumberdayanya yang besar dan beragam,
2.      Pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
3.      Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan
4.      Menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.
Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor PMA dan PMDN yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan perananya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani.
Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing /swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran :
1.      Mensejahterkan petani,
2.      Menyediakan pangan,
3.      Sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah,
4.      Merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri,
5.      Menghasilkan devisa,
6.      Menyediakan lapangan pekerjaan,
7.      Peningkatan pendapatan nasional, dan
8.      Tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya.
1.2  Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut.
1.      Bagaimana kondisi pertanian di Indonesia?
2.      Apa saja perkembangan pembangunan di bidang pertanian di Indonesia saat ini?
3.      Bagaimana perencanaan wilayah sector pertanian yang tepat dilaksanakan di Indonesia saat ini?
1.3  Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, penulis memiliki tujuan supaya pembaca dapat menggambarkan dan memahami mengenai:
1.      Kondisi pertanian di Indonesia.
2.      Perkembangan pembangunan di bidang pertanian di Indonesia saat ini.
3.      Perencanaan wilayah di sector pertanian yang tepat dilaksanakan di Indonesia saat ini.
1.4  Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis laporan ini berguna sebagai pengembangan konsep penelitian mengenai perencanaan wilayah . Secara praktis, laporan ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      Penulis, sebagai wahana penambahan ilmu pengetahuan dan konsep keilmuwan khususnya tentang perencanaan wilayah terutama pada aspek pertanian di Indonesia.
2.      Pembaca, sebagai media informasi tentang perencanaan wilayah pada aspek pertanian baik secara teoretis maupun secara praktis.


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Prinsip Perencanaan Wilayah Pertanian
Apakah perencanaan itu??
  1. Waterson (1965) : usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu
  2. Faludi (1973) : suatu proses untuk menentukan tindakan berorientasi ke masa  depan melalui serangkaian pilihan-pilihan
  3. Melville Branch (1980) : proses aktivitas berkelanjutan dan memutuskan apa yang dapat dilakukan untuk masa depan, serta bagaimana mencapainya
Prinsip Perencanaan:
1.      Beorientasi pada perubahan
2.      Sebagai alat untuk mencapai tujuan
3.      Berorientasi pada masa depan?
4.      Memilih dan menentukan
5.      Pengalokasian sumberdaya
6.      Beorientasi pada tindakan dan kepentingan kolektif
7.      Proses yang menerus
Elemen utama perencanaan:
  1. Perumusan/identifikasi persoalan/problem
  2. Perumusan tujuan/goals setting
  3. Penjabaran dan pemilihan alternatif-alternatif tindakan/alternative means
  4. Penentuan time frame pencapaian tujuan


Apakah itu Wilayah??
1.      Yaitu : suatu bentang darat dipermukaan bumi yang mempunyai kharakteristik tertentu
2.      Yaitu : ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau fungsional (UU No.26/2007)
3.      Ruang adalah wadah yang meliputi darat, laut, udara (termasuk di dalam bumi) sebagai tempat manusia dan makhluk hidup melakukan kegiatan untuk kehidupannya
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan".
Tantangan Perencanaan Wilayah Pertanian:
1.      Globalisasi, pasar bebas, kapitalism, privatisasi
2.      Pluralisme
3.      Kerusakan lingkungan
4.      Demokratisasi, desentralisasi
5.      Kemiskinan dan ketidak adilan sosial
Berdasarkan Tingkat Keragamannya, Wilayah Pertanian Dikelompokkan Menjadi 2, yaitu:
1.      Wilayah Pertanian seragam (Homogenous Agriculture Region), yaitu wilayah pertanian yang kenampakan fisiknya didominasi oleh satu jenis tumbuhan/tanaman/hewan/perikanan atau satu kelompok (famili) tumbuhan/tanaman. Contoh : perkebunan tebu, perkebunan kelapa, tambak, perkebunan teh, dll
2.      Wilayah Pertanian Heterogen (Heterogenous Agriculture Region), yaitu yaitu wilayah pertanian yang kenampakan fisiknya didominasi oleh lebih dari satu jenis tumbuhan/tanaman/hewan/perikanan atau lebih dari satu tipe penggunaan lahan. Contoh : kawasan agroforestry, kawasan kebun campuran, area mina padi, dll
Prinsip Pengembangan Wilayah Pertanian
1.      Sesuai secara fisik : kesesuaian lahan, resiko hama penyakit, ketersediaan aksesibilitas/infrastruktur
2.      Sesuai secara sosial budaya : tataruang, kebijakan yang terkait, tingkat penguasaan teknologi, ketersediaan SDM, tidak bertentangan secara adat/institusi sosial masyarakat
3.      Tidak merusak lingkungan : resiko kerusakan tanah, pencemaran air, pemusnahan plasma nutfah langka, pencemaran udara, marginalisasi masyarakat setempat
4.      Layak secara ekonomi : B/C, BEP, NPV, ketersediaan pengembang
“Amunisi” bagi pengembang pertanian (perencana dan pengembang):
1.      Spatial : pengetahuan tentang tata ruang, pemetaan (peta dan citra satelit), kebijakan tata ruang
2.      Land quality : pengetahuan tentang evaluasi lahan dan land improvement, agroekologi
3.      Economy : pengetahuan tentang agribisnis (produksi, pengolahan, pemasaran), akutansi, ekonomi pembangunan
4.      Regional complexity : kebudayaan, antropologi, komunikasi masa, conflict resolution, sejarah, dll
Tahap-Tahap Pengembangan Wilayah Pertanian
1.      Mengenali kondisi Fisik : kharakteristik tanah (kesuburan tanah, kesesuaian lahan), landscape, ketersediaan & kualitas air, litologi, kerawanan bencana, aksesibilitas, posisi keruangan,ketersediaan tanaman/tumbuhan eksisting, dan kharakteristik komoditi yang akan dikembangkan
Kondisi fisik di Indonesia
a.       Negeri Kepulauan (lautan > daratan)
b.      Sumberdaya lahan (pedosfer, atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer) sangat bervariasi
c.       Merupakan bagian dari “ring of fire”  (banyak gunung api, pertemuan plate tectonic) sehingga rawan gempa bumi
Kondisi Fisik Daratan(ditinjau dari bentuklahan)
a.       Kawasan Marin
b.      Kawasan Fluvio-marin
c.       Kawasan dataran rendah
d.      Kawasan Pegunungan (volkanik, karst, angkatan, lipatan)
Kondisi Fisik Daratan (ditinjau dari land use)
a.       Kawasan pedalaman (hutan lindung, cagar alam, hutan rakyat, hutan produksi, taman nasional, dll)
b.      Kawasan perdesaan (rural)
c.       Kawasan transisi (rurban, desa kota/kota desa)
d.      Kawasan perkotaan (urban)
Salah satu Pendekatan Mengenali Kondisi Fisik (untuk pengembangan pertanian)
Evaluasi Lahan :
a.       Analisis Kemampuan Lahan
Analisis Kesesuaian Lahan
1.      Cocok secara fisik (land sustability)
Dalam merencanakan wilayah pertanian harus memperhatikan kondisi fisik alamnya yang berguna dalam penyusunan kesesuaian lahannya, sehingga dapat bermanfaat sebagai peningkatan potensi pertanian. Kondisi fisik yang harus diperhatikan seperti kondisi iklim, kondisi tanah, dan juga kondisi medan. Iklim mempunyai beberapa unsur atau parameter yang tentunya bisa diukur seperti penyinaran matahari, suhu udara, kelembaban, tekanan udara, angina, awan, dan curah hujan. Komoditas pertanian yang dikembangkan di daerah tertentu haruslah sesuai dengan iklim daerah tersebut. Tanah merupakan faktor penting dalam pertanian, karena tanah sampai saat ini merupakan media utama yang digunakan untuk pertanian. Komponen tanah yang diperhatikan terutama kesuburan tanah, dimana kesuburan tanah itu dipengaruhi oleh sifat kimia, sifat fisik, dan sifat biologi tanah. Kondisi medan berbeda dengan tanah, kondisi medan lebih memandang bagaimana konfigurasi permukaan bumi yang ditentukan oleh kemiringan lereng, ada tidaknya singkapan batuan, serta keadaan batuan atau bahan kasar di permukaan bumi. Bahan kasar yang dimaksud seperti kerikil, dan batuan biasa.
2.      Tidak bertentangan secara sosiokultural
Sistem pertanian harus selaras dengan norma, sosial, dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya. Sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan peternakan ayam di pekarangan milik sendiri. Mungkin secara ekonomis dan ekologis menjanjikan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat memberikan aspek yang kurang baik, misalnya pencemaran udara karena bau kotoran ayam.
Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi sistem pertanian di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk dengan areal pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial pertimbangan utama sebelum merencanakan wilayah pertanian secara luas.
3.      Berkelanjutan
Pertanian harus berdasarkan asas keberlanjutan, yaitu mencangkup aspek ekologis, sosial, dan ekonomi. Konsep pertanian yang berkelanjutan dapat diwujudkan dengan perencanaan wilayah yang berbasiskan sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah tertentu. Menurut ahli pertanian barat Dr. Peter Goering, terdapat empat kecenderungan positif yang mendorong sistem budidaya pertanian harus berkelanjutan, yaitu perubahan sikap petani, permintaan produk organic, keterkaitan petani dan konsumen, serta perubahan kebijakan.
Di Negara-negara Uni Eropa, khususnya Denmark dan Jerman, jumlah petani organic meningkat pesat. Demikian juga di Swedia, dalam kurun waktu empat tahun, luas pertanian organic meningkat hampir 300%. Para petani organic di Negara-negara maju juga sudah memenuhi standar kesehatan. Komoditas pertanian yang disebut produk hijau (green product) menjadi jaminan bahwa produk tersebut sehat dan aman, baik bagi manusia ataupun lingkungan. Produk yang disertifikasi bukan hanya produk-produk tanaman dan peternakan, namun juga perikanan (organic fish).
Keterkaitan antara petani dan konsumen menjadi langkah awal atau kebangkitan transformasi pertanian subsisten kearah sistem pertanian yang berorientasi pasar (market oriented). Maka dari itu harus dilakukan perubahan kebijakan pertanian yang tidak hanya berorientasi hasil, namun juga memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam secara serius.
4.      Tidak merusak lingkungan
Pada hakikatnya sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem pertanian yang tidak merusak, mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan. Revolusi hijau dengan input bahan kimia memberi bukti bahwa lingkungan pertanian menjadi hancur dan tidak lestari, solusinya adalah menerapkan sistem pertanian organic. Dalam pelaksanaannya, sistem pertanian organik sangat memperhatikan kondisi lingkungan dengan mengembangkan metode budi daya dan pengolahan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Sistem pertanian organik diterapkan berdasarkan atas interaksi tanah, tanaman, hewan, manusia, mikroorganisme, ekosistem, dan lingkungan dengan memperhatikan keseimbangan dan keanekaragaman hayati. Pertanian organik banyak memberikan kontribusi pada perlindungan lingkungan dan masa depan kehidupan manusia. Pertanian organik juga menjamin keberlanjutan bagi agroekosistem dan kehidupan petani sebagai pelaku pertanian. Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga unsur hara, bimassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran.
5.      Layak secara ekonomi
Sistem pertanian yang dibangun harus layak secara ekonomi artinya komoditas yang dihasilkan menguntungkan. Sistem pertanian harus mengacu pada pertimbangan laba rugi, baik bagi diri sendiri maupun bagi oranglain, untuk jangka pendek dan jangka panjang.
2.2  Tantangan Perencanaan Wilayah Pertanian
1.      Globalisasi, perdagangan bebas, capitalism, privatisasi
Globalisasi telah dipergunakan oleh paham perdagangan dan industri untuk menyerap warga miskin dunia untuk mengumpulkan keuntungan dan kekayaan bagi segelintir warga kaya di dunia. Pertanian dianggap sebagai menjadi sector yang paling strategis bagi perdagangan dan industri dunia, sebab dengan menguasai sector pertanian dunia berarti bisa menguasai pangan dunia.
Saat ini nasib petani sudah dikontrakan dalam organisasi perdagangan dunia. Dimana seluruh petani di dunia harus mengikuti cara dan mekanisme kerja perdagangan bebas. Persoalannya petani miskin selalu diugikan dengan perusahaan pertanian baik di Negara miskin maupun di Negara kaya, sebab salah satu kebijakan utama dalam perjanjian tersebut adalah mengurangi subsidi petani namun meningkatkan subsidi perusahaan pertanian.
Kondisi pertanian Indonesia yang masih lemah dalam persaingan di tingkat global yang menganut kepada mekanisme pasar dalam sistem kapitalisme menjadikan Indonesia salah satu Negara pengimpor beras terbesar di dunia dan kalah saing dengan hasil pertanian Thailand, China, bahkan Vietnam. Ditambah dengan adanya sector privatisasi yang tentunya akan terjadi keterbatasan untuk mengakses lahan, air dan sumber lain yang produktif oleh masyarakat (khusus dalam hal ini adalah petani). Negara tidak bisa mengintervensi kepemilikan dan Negara berada diluar pasar dari semua kepemilikan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas, privatisasi, kapitalisme, dan globalisasi.
2.      Kerusakan lingkungan
Saat ini lahan di Indonesia sebagian besar sudah masuk kedalam lahan kritis atau mengalami kerusakan lingkungan. Apabila lingkungan tercemar atau rusak, maka tanaman juga tercemar dan manusia yang mengkonsumsi hasil dari tanaman tersebut juga mendapat dampak negative. Dampak negative dari kerusakan lingkungan perlu mendapatkan perhatian, karena hal tersebut akan berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia. Contohnya adalah perihal pupuk, karena pupuk mempengaruhi akan besar kecilnya hasil yang akan didapat. Berbagai macam pupuk telah di kembangklan untuk memenuhi hasil yang optimal. Tentunya hal tersebut di kejar untuk mencari kuntungan yang sebesar-besarnya. Maka tercetuslah yang namanya pupuk kimia, dimana pupuk yang dihasilkan dari pabrik dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik yang berkadar hara tinggi.
Pupuk adalah sejenis zat sistetis maupun organik, yang memiliki fungsi untuk meningkatkan pasokan nutrisi penting yang meningkatkan pertumbuhan tanaman dan vegetasi di dalam tanah. Meski ditujukan untuk memberikan keuntungan bagi manusia, namun dampak dari kegiatan pemupukan pada tanah perlu diperhatikan. Hal ini khususnya pada penggunaan pupuk kimia. Jika dilakukan secara berlebihan, penggunaan pupuk kimia bisa menimbulkan dampak yang justru akan merusak lingkungan. Karena akan membuat kondisi tanah menjadi tidak subur dan padat. Yang mengerikan lagi dengan pengunaan pupuk kimia secara berlebihan dan berkelanjutan akan berdampak mematikan banyak mikro organisme dalam tanah yang sangat dibutuhkan tumbuhan.

3.      Demokratisasi, desentralisasi
Bebarapa isu utama yang dihadapi pembangunan pertanian di Indonesia adalah demokratisasi dan desentralisasi. Searah dengan semangat desentralisasi, kebijakan nasional yang tertuang dalam UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No.32 Tahun 2004 telah memberikan ruang gerak desentralisasi melalui kebijakan ”otonomi daerah”. Menurut Akhmadi (2004), sesuai dengan otonomi daerah, kewenangan di bidang penyuluhan pertanian sejak tahun 2001 dilimpahkan kepada pemerintah daerah agar daerah mampu meningkatkan kinerja penyuluhan pertanian. Demokratisasi dan desentralisasi seharusnya menjadi instrument untuk pemerataan daerah, tetapi tidak jarang disalahgunakan oleh pemerintah daerah akibat dari adanya otonomi tersebut. Pengerukan sumberdaya semakin besar dan merugikan warga setempat. Sector pertanian yang seharusnya menjadi pilar ekonomi tidak mengalami kemajuan. Apabila desentralisasi dilakukan dengan benar, sector pertanian akan semakin baik karena sector pertanian menjadi salah satu pilar untuk pemerataan pembangunan di daerah
4.      Kemiskinan dan ketidakadilan
Masalah kemiskinan dapat dilihat dengan ketidakadilan pada penguasaan faktor produksi tanah. Hingga saat ini kepemilikan lahan petani di Jawa rata-rata 0.3 hektar dan diluar Jawa 0.5 hektar. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar, lewat Hak Guna Usaha (HGU) bisa menguasai ratusan ribu hektar sendirian. Akibatnya petani yang ingin memproduksi tanaman pangan tidak mempunyai akses terhadap tanah-tanah pertanian. Keterbatasan lahan dan sumber-sumber produktif lain berpotensi membuat petani hanya menjadi buruh upahan pada sistem perkebunan, yang berujung pada kemiskinan struktural. Saat harga pangan mahal, petani yang berupah rendah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini yang menyebabkan bertambahnya angka gizi buruk di Indonesia. Akibatnya kemiskinan dan kelaparan menjadi masalah besar, masih sangat jauh jalan menuju kesejahteraan dan bebas dari kemiskinan. Hingga saat ini keseriusan pemerintah dalam memberikan akses lahan kepada petani belum sepenuhnya terlaksana.
Hal lain yang harus dilakukan pemerintah adalah pembatasan maksimum kepemilikan lahan oleh swasta. Mengendalikan penanaman modal asing dalam pengelolaan sumber-sumber agraria tentunya dapat berdampak positif untuk pengarusutamaan terhadap petani dan rakyat kecil. Saat ini masih 44 % tenaga kerja di Indonesia bekerja di pertanian dan melihat besarnya angka tersebut maka penguasaan sumber-sumber agraria yang merata dan dikelola oleh rakyat memiliki peranan yang sangat besar dalam mengatasi kemiskinan dan kelaparan baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Pembangunan pertanian di Indonesia ke depan menurut Supena dan Syafa’at (2000),harus selalu diarahkan agar mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumberdaya wilayah secara berkelanjutan. Oleh karena itu kebijaksanaan pembangunan pertanian mesti dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembangunan pertanian dalam konteks ekonomi wilayah semakin relevan dengan berlakunya UU nomor 22 dan nomor 25 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP nomor 2 tahun 2000. Hal ini berarti bahwa pemerintah pusat hanya berperan dalam merancang perencanaan yang bersifat makro, sedangkan pemerintah daerah merancang pelaksanaan pencapaian target sesuai dengan kondisi wilayah.
2.3  Langkah Perencanaan Wilayah Pertanian
a.       Gambaran kondisi saat ini & identifikasi masalah
b.      Menetapkan visi, misi, dan tujuan umum
c.       Identifikasi pembatas dan kendala (SWOT)
d.      Proyeksi berbagai variabel yang terkait (controllable dan non-controllable)
e.       Menetapkan sasaran dalam kurun waktu tertentu
f.        Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran
g.       Memilih alternatif yang terbaik
h.       Menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan
i.         Menyusun kebijakan dan strategi agar kegiatan setiap lokasi berjalan sesuai dengan harapan
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya.
2.4  Visi, Misi dan Tujuan Umum Sektor Pertanian
Visi Kementerian Pertanian 2010 - 2014:
Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor dan Kesejahteraan Petani.
Misi Kementerian Pertanian 2010 - 2014:
1.      Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.
2.      Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan.
3.      Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.
4.      Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi.
5.      Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) dikonsumsi.
6.      Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri.
7.      Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horisontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan.
8.      Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan internasional.
9.      Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan.
10.  Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.
2.5  Tujuan dan Sasaran
Tujuan pembangunan pertanian Indonesia adalah:
1.      Menumbuh kembangkan usaha pertanian di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
2.      Menumbuhkan industri hulu, hilir dan penunjang dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian;
3.      Memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal melalui pemanfaatan teknologi yang tepat sehingga kapasitas sumberdaya pertanian dapat dilestarikan dan ditingkatkan;
4.      Membangun kelembagaan pertanian yang kokoh dan mandiri;
5.      Meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam pemasukan devisa;
Sasaran pelaksanaan pembangunan pertanian adalah:
1.      Berkembangnya usaha-usaha penunjang dan pengolahan hasil pertanian, seperti industri benih, kios pupuk, jasa alsintan , industri pangan dan lainnya;
2.      Produksi pertanian rata-rata per tahun meningkat : untuk tanaman pangan 2 persen; hortikultura 5 persen; perkebunan 5 persen; dan peternakan 5 persen
3.      Pendapatan riil petani meningkat 3,5 persen per tahun;
4.      Nilai ekspor produk pertanian pertanian meningkat dari US $ 3,7 milyar pada tahun 2004 manjadi US $ 9,0 milyar pada tahun 2009;
5.      Agroindustri meningkat ditandai oleh meningkatnya produk olahan pertanian rata rata 5 persen per tahun,
6.      Dikembangkannya organisasi dan kelembagaan pertanian seperti kelompok tani di sebagian besar desa, asosiasi setiap komoditi, koperasi pertanian dan organisasi agribisnis lainnya, yang dicirikan oleh meningkatnya daya tawar petani.
7.      Meningkatnya kemandirian pangan yang ditandai oleh berkurangnya import bahan pangan utama rata-rata 10 persen per tahun,
8.      PDS Pertanian meningkat 2,5 persen per tahun;
2.6  Identifikasi pembatas dan kendala (SWOT)
Analisis SWOT dapat digunakan untuk menetapkan tujuan secara lebih realistis dan efektif, serta merumuskan strategi dengan efektif pula. Dengan berlandaskan SWOT, tujuan tidak akan menjadi terlalu rendah atau terlalu tinggi. Dengan analisis SWOT akan diketahui kekuatan dan kesempatan yang terbuka sebagai faktor positif dan kelemahan serta ancaman yang ada sebagai faktor negatif. Maka diperoleh semacam core strategy yang prinsipnya merupakan:
a.       Strategi yang memanfaatkan kekuatan dan kesempatan yang ada secara terbuka
b.      Strategi yang mengatasi ancaman yang ada
c.       Strategi yang memperbaiki kelemahan yang ada
Teknik Swot terbagi menjadi empat faktor yaitu:
1.      Strength (faktor internal)
Membahas tentang kekuatan atau potendi yang dimiliki oleh sektor pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan suatu wilayah.
2.      Weakness (faktor internal)
Membahas tentang kelemahan atau masalah-masalah yang dihadapi oleh sektor pertanian sehingga menghambat pembangunan dari potensi yang dimiliki suatu wilayah.
3.      Opportunity (faktor eksternal)
Membahas tentang kesempatan atau peluang yang dimiliki oleh sektor pertanian untuk pemanfaatan dan pengembangan potensi sektor dengan terlebih dahulu mengatasi masalah yang dimiliki oleh sektor pertanian yang ingin dikembangkan tersebut.
4.      Threat (faktor eksternal)
Berupa ancaman atau hambatan yang dimiliki oleh sektor pertanian di suatu wilayah jika masalah yang dihadapi pada sektor tersebut tidak dapat diatasi.
Dalam perencanaan wilayah sector pertanian, dapat pula kita menggunakan beberapa upaya peningkatan produksi pertanian, seperti
1.      Intensifikasi pertanian,
yaitu peningkatan hasil pertanian secara maksimal dengan menggunakan teknologi tepat guna, seperti penggunaan alat-alat modern, irigasi yang baik, penggunaan bibit unggul, pestisida, dan pupuk.
2.      Ekstensifikasi pertanian,
yaitu perluasan areal persawahan dengan pembangunan irigasi baru, pemanfaatan daerah rawa, dan perluasan areal pertanian baru dengan mengelola lahan tidak produktif dan semak hutan menjadi daerah pertanian.
3.      Diversifikasi pertanian,
yaitu memperbanyak jenis-jenis tanaman pertanian sesuai dengan potensi sumber daya alam yang terdapat di suatu daerah, seperti tanaman palawija dan tanaman keras.
4.      Rehabilitas pertanian,
ialah memperbaiki kembali lahan kritis lewat penghijauan (reboisasi), terasering, pemupukan alami, dan menanam pohon-pohon produktif.
Studi kasus yang kami ambil adalah pertanian di kabupaten Lebak, Banten. Dimana perencanaan wilayah untuk pertanian di Kabupaten Lebak, Banten ini memperhitungkan dan juga menganalisis zona agroklimat dan juga peta potensi wilayah pertanian di kabupaten tersebut.
Gambar Peta Administrasi Kabupaten Lebak
Dalam perencanaan wilayah Kabupaten Lebak, Banten ini, untuk mendapatkan zona agroklimatnya, kita harus menganalisis ketinggian tempat ditiap wilayah beserta jenis iklim (dalam hal ini menurut Junghuhn dan Oldeman. Setelah dianalisis jenis iklim yang ada di Kabupaten Lebak, Banten, adalah sebagai berikut.
C2       : Tipe iklim ini meliputi sebagian Kecamatan Muncang, Leuwidamar, Sajira, dan Cipanas dengan elevasi < 600 mdpl dan memiliki luas 45,06 km2. Sehingga berdasarkan klasifikasi Oldeman dan Junghuhn wilayah tersebut cocok untuk dijadikan kawasan pertanian padi ladang, palawija, seperti jagung dan umbi-umbian. Dikatakan C2 apabila terdapat 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering. Pada tipe iklim ini hanya dapat ditanam padi satu kali dalam setahun dan juga jika akan menanam tanaman palawija yang kedua, harus berhati-hati, jangan sampai jatuh pada bulan kering.
D1       : tipe iklim ini meliputi sebagian Kecamatan Warung Gunung, Cikulur, Cibadak, Kalanganyar, Rangkasbitung, Cimarga, Leuwidamar, Cileles Bojongmanik, Cirinten, Cigemblong, Malingping, Cihara, Wanasalam, dan Cijaku dengan luas 756,6 km2. Dikatakan tipe iklim D1 apabila terdapat 3-4 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan kering. Pada tipe iklim ini tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi , dan dengan terdapat 3-4 bulan basah maka sangat cocok untuk  menanam palawija. Tanaman gandum pun cocok ditanam pada iklim ini dengan ketinggian 400-800 mdpl.
D2       : Dikatakan tipe iklim D2 jika terdapat 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering. Pemanfaatan lahan riil di lapangan pada wilayah D2 merupakan kawasan pertanian pangan lahan kering, sebagian hutan dan sedikit pertanian lahan basah. Wilayah ini meliputi kecamatan Cileles, Cimarga, Cikulur, Banjarsari, Leuwi Damar, Muncang dan bojong Manik pada luas 169,42km2 serta terletak pada ketinggian 0-600 mdpl. Wilayah D2 ini kurang cocok apabila dikembangkan menjadi lahan pertanian padi sawah tanpa bantuan sistem irigasi, tetapi akan lebih optimum apabila dikembangkan menjadi lahan pertanian palawija dan kacang-kacangan, seperti jagung, umbi kayu, kacang hijau serta kacang kedelai, namun hanya cukup 1 kali tanam dalam setahun, mengingat jumlah curah hujan yang terbatas. Selain ditanami palawija dan kacang-kacangan, wilayah ini juga sangat cocok apabila dikembangkan menjadi lahan perkebunan tebu.
D3       : Wilayah iklim D3 meliputi sebagian Kecamatan Cileles, Bojongmanik, Leuwidamar, Cirinten, Gunung Kencana, Banjarsari, Cijaku, Malingping, dan Wanasalam dengan luas 487,3 km2 serta teletak pada ketinggian 0-600 mdpl. Pemanfaatan lahan riil di lapangan pada wilayah ini adalah pertanian lahan kering, hutan dan sebagian pertanian lahan basah, khsusunya di wilayah hilir sungai Ci Binuangen. Iklim D3 tidak jauh berbeda dengan iklim D2, yakni terdapat 3-4 bulan basah berurutan serta 5-6 bulan kering, sehingga jenis tanaman pertanian yang dapat dikembangkannya pun tidak jauh berbeda dengan wilayah D2, dimana tanaman padi akan kurang optimum apabila tanpa irigasi. Tanaman palawija dan kacang-kacangan, seperti jagung atau pun kacang kedelai akan lebih optimum apabila dikembangkan pada wilayah ini.
E2        : Dikatakan tipe iklim E2 apabila terdapat 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering. Luas wilayah iklim E2 adalah 440,3km2 dan terletak pada ketinggian yang cukup bervariasi. Sebagian kecamatan Cibeber, Sobang dan Lebak Gedong merupakan wilayah E2 yang terletak pada ketinggian >1000 mdpl,  sebagian kecamatan Cigemblong, Sobang dan sebagian lagi kecamatan lebak Gedong terletak pada ketinggian 600-1000 mdpl. Meskipun sebagian besar wilayah iklim E2 ini terletak pada ketinggian >600 mdpl yang menurut Junghuhn hanya tanaman palawija yang paling cocok apabila dikembangkan pada wilayah ini, sebab tanaman palawija merupakan jenis-jenis tanaman yang memang cukup toleran terhadap jumlah curah hujan yang terbatas.  
E4        : tipe iklim ini meliputi sebagian Kecamatan Leuwidamar, Muncang, Bojongmanik, Sobang, Cirinten, Cibeber, Cigemblong, Panggarangan, Bayah, Cihara, dan Cilograng dengan luas 937,5 km2. Dikatakan tipe iklim E4 apabila terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering. Cocok untuk tanaman kedelai dan tanaman kacang – kacangan lainnya.
Setelah dianalisis dan hasilnya seperti telah tersebut diatas, maka jika dituangkan dalam peta, persebarannya adalah sebagai berikut.

Description: Peta overlay all
Dalam perencanaan wilayah, kita juga memperhatikan peta potensi pertanian kabupaten tersebut. Hal ini bisa menjadi masukkan untuk pemerintah dalam pembagian wilayah pertanian sesuai dengan zona agroklimat dan tanaman yang sebaiknya/cocok ditanam di wilayah tersebut.
Di Kabupaten Lebak, peta potensi pertanian setelah dianalisis dengan zona agroklimat menghasilkan peta sebagai berikut.Description: D:\LOMBA2\PKM\peta komoditas pertanian\peta persebaran komoditas pertanian.jpg

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Perencanaan Wilayah sector pertanian merupakan hal yang diharuskan bagi setiap negara agarproduktivitas pertanian dan hasil buminya dapat terus diperbaharui baik dalam pelestarian tanaman pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan yang harus terus dijaga kelestarian agar ketahanan pangan dan kesejaheraan bangsanya dapat terus terpenuhi. Selain itu pembangunan pertanian juga dapat menghasilkan devisa negara yang cukep besar.
Pada masa Orde Baru dimana ketika masa jabatan presiden Soeharto giat melakukan pembangunan terutama pembangunan dalam aspek pertanian terus dilakukan dengan gencar.ada beberapa kebijakan yang telah dilakukan oleh Soeharto seperti REPELITA, Revolusi Hijau, BIMAS, INMAS, INSUS, dan Panca Usaha Pertanian.
Semua kebijakan tersebut terus dilakukan terus-menerus guna meningkatkan pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatana produktifitas tanaman panga nyang akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan.
Kebijakan-kebijakan juga terus berlanjut pada masa Reformasi hingga sekarang yang menghasilkan cara-cara yang lebih modern dan tidak menyulitkan bagi para petani untuk memberikan hasil terbaik dan cepat pada sektor pertanian Indonesia seperti pembuatan area irigasi maupun penelitian-peneliatian yang dilakukan guna menghasilkan bibit-bibit unggul yang menghasilkan hasil terbaik.
3.2  Saran
Pembangunan sistem pertanian di Indonesia menghasilkan beberapa kemajuan yang cukup pesat bagi bangsa ini, tapi pada beberapa permasalahan terdapat hal-hal yang mengalami kekurangan dan mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan tidak seimbang.
Sistem pertanian pada daerah yang masih menggunakan sistem pertanian tradisional atau tertinggal dari daerah lainnya hendaknya dilakukan penyuluhan pertanian kepada para petani agar melakukan sistem pertanian yang lebih modern.
Selain itu pembangunan areal irigasi hendaknya dibangun secaraluas dan merata pada setiap daerah, begitupun dengan pengembangan sistem SRI yang dinilai banyak memberikankeuntungan bagi para petani untuk diaplikasikan secara merata.




















DAFTAR PUSTAKA
Bustanul Arifin. 2010. Strategi Pembangunan Pertanian Indonesia. [Online]. Tersedia: http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/strategi-pembangunan-pertanian-indonesia/ . Diakses pada 5 Agustus 2014.
Kementrian Pertanian Republik Indonesia.2014.Visi dan Misi.[Online].Tersedia: http://www.pertanian.go.id//ap_pages/detil/2/2014/04/11/09/38/19/Visi-dan-Misi#. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Lutfia Alfisyahrin, Rina. 2013. Makalah Intensifikasi Pertanian. [Online]. Tersedia :http://rinalutfiaalfisyahrin.blogspot.com/2013/04/makalah-intensifikasi-pertanian.html. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Muliawan, Awan. 2011. Konsep Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. [Online]. Tersedia: http://awanpwk09.blogspot.com/2011/04/konsep-perencanaan-pengembangan-wilayah_28.html. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Torus. 2012. Penjelasan Tentang Intensifikasi Pertanian. [Online]. Tersedia: http://allaboutpertanian.blogspot.com/2012/04/penjelasan-tentang-intensifikasi.html. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Yopantry Panjaitan, Ananda. 2010. Program Intensifikasi dan Ekstensifikasi Tanaman. [Online]. Tersedia :http://anandayopantry.blogspot.com/2010/11/program-intensifikasi-dan.html. Diakses pada 5 Agustus










KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita masih diberikan kesehatan hingga pada saat ini. Tak lupa shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya kelak di hari kiamat. Aamiin.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya. Penulis juga berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca semuanya.

Ciamis,      Oktober 2016

Penulis












i
 
                                                                                                                                                                                                
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Perencanaan Wilayah Pertanian ............................................................................ 5
2.2 Tantangan Perencanaan Wilayah Pertanian ..................................................................... 11
2.3 Langkah Perencanaan Wilayah Pertanian ....................................................................... 14
2.4 Visi, Misi dan Tujuan Umum Sektor Pertanian ............................................................... 15
2.5 Tujuan dan Sasaran ....................................................................................................... 16
2.6 Identifikasi pembatas dan kendala (SWOT) ................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 25
3.2 Saran ............................................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA










ii
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar