BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Mekanisme perencanaan pembangunan wilayah
nasional berjalan melalui dua pendekatan utama, yaitu pembangunan
sektoral dan regional. Hasil dua pendekatan diharapkan dapat menciptakan
landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan bekembang atas dasar
kekuatan sendiri dan mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila.
Kenyataannya, upaya menciptakan keselarasan dan keserasian dua strategi
tersebut merupakan hak pelik, bahkan cenderung kontradiktif dan dikotomis.
Dalam perkembangannya pendekatan pertama
(sektoral) nampak lebih menonjol dan semakin mengua dibanding pendektan kedua
(regional), hal ini dapat dilihat dari orientasi pembangunan yang secara tegas
meletakkan aspek pertumbuhan ekonomi ( econimoc growth) sektoral sebagai cara
untuk mencapai tujuan pembangunan. Disamping telah memberikan hasil yang
memuaskan seperti pertumbuhan ekonomi tinggi, pendapatan perkapita naik, namun
orientasi tersebut ternyata telah menimbulkan beberapa masalah, salah satu diantaranya
adalah tidak meratanya distribusi kegiatan dan hasil pembangunan, sehingga
beberapa agenda permasalahan pembangunan, seperti kemiskinan, kesenjangan
sosial-ekonomi, ketimpangan antar wilayah (kota-desa, pusat-daerah), sering
digunakan sebagai contoh produk model pembangunan (sektoral) yang lebih
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut dapat dimengerti karena untuk
mengajar pertumbuhan yang tinggi serta efesiensi, pembangunan diutamakan pada
kegiatan-kegitan yang palinh produktif, terutama kegiatan ekspor produksi
primer seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Sementara itu untuk
mengadakan barang-barang konsumsi dan mengurangi ketergantungan impor, yang
dikembangkan di kota-kota besar. Akibatnya tingkat pembangunan ekonomi yang
tinggi hanya terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan sumber alam
serta kota-kota besar. Dari sinilah persoalan ketimpangan wilayah sebagai
agenda utama pembangunan regional berawal dan terus berkembang.
Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap
dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak
sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru
pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif.
Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia :
1.
Potensi
sumberdayanya yang besar dan beragam,
2.
Pangsa
terhadap pendapatan nasional cukup besar,
3.
Besarnya
penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan
4.
Menjadi
basis pertumbuhan di pedesaan.
Potensi pertanian yang besar namun sebagian
besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis
terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja
kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya
peningkatan investasi dalam pertanian yang dilakukan oleh investor PMA dan PMDN
yang berorientasi pada pasar ekspor umumnya padat modal dan perananya kecil
dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih banyak menciptakan buruh tani.
Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah
dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing /swasta besar
dibandingkan dengan petani kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di
Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui
pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu
menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber
pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian
sasaran :
1.
Mensejahterkan
petani,
2.
Menyediakan
pangan,
3.
Sebagai
wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar
masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah,
4.
Merupakan
pasar input bagi pengembangan agroindustri,
5.
Menghasilkan
devisa,
6.
Menyediakan
lapangan pekerjaan,
7.
Peningkatan
pendapatan nasional, dan
8.
Tetap
mempertahankan kelestarian sumberdaya.
1.2 Rumusan
Masalah
Sesuai dengan latar belakang permasalahan
tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut.
1.
Bagaimana
kondisi pertanian di Indonesia?
2.
Apa
saja perkembangan pembangunan di bidang pertanian di Indonesia saat ini?
3.
Bagaimana
perencanaan wilayah sector pertanian yang tepat dilaksanakan di Indonesia saat
ini?
1.3 Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, penulis
memiliki tujuan supaya pembaca dapat menggambarkan dan memahami mengenai:
1.
Kondisi
pertanian di Indonesia.
2.
Perkembangan
pembangunan di bidang pertanian di Indonesia saat ini.
3.
Perencanaan
wilayah di sector pertanian yang tepat dilaksanakan di Indonesia saat ini.
1.4 Manfaat
Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan dapat
memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis
laporan ini berguna sebagai pengembangan konsep penelitian mengenai perencanaan
wilayah . Secara praktis, laporan ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.
Penulis,
sebagai wahana penambahan ilmu pengetahuan dan konsep keilmuwan khususnya
tentang perencanaan wilayah terutama pada aspek pertanian di Indonesia.
2.
Pembaca,
sebagai media informasi tentang perencanaan wilayah pada aspek pertanian baik
secara teoretis maupun secara praktis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip
Perencanaan Wilayah Pertanian
Apakah
perencanaan itu??
- Waterson (1965) : usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu
- Faludi (1973) : suatu proses untuk menentukan tindakan berorientasi ke masa depan melalui serangkaian pilihan-pilihan
- Melville Branch (1980) : proses aktivitas berkelanjutan dan memutuskan apa yang dapat dilakukan untuk masa depan, serta bagaimana mencapainya
Prinsip Perencanaan:
1.
Beorientasi
pada perubahan
2.
Sebagai
alat untuk mencapai tujuan
3.
Berorientasi
pada masa depan?
4.
Memilih
dan menentukan
5.
Pengalokasian
sumberdaya
6.
Beorientasi
pada tindakan dan kepentingan kolektif
7.
Proses
yang menerus
Elemen utama perencanaan:
- Perumusan/identifikasi persoalan/problem
- Perumusan tujuan/goals setting
- Penjabaran dan pemilihan alternatif-alternatif tindakan/alternative means
- Penentuan time frame pencapaian tujuan
Apakah itu Wilayah??
1.
Yaitu :
suatu bentang darat dipermukaan bumi yang mempunyai kharakteristik tertentu
2.
Yaitu :
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau
fungsional (UU No.26/2007)
3.
Ruang
adalah wadah yang meliputi darat, laut, udara (termasuk di dalam bumi) sebagai
tempat manusia dan makhluk hidup melakukan kegiatan untuk kehidupannya
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber
daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa
difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop
cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun
cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam
pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar
ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi.
Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung,
seperti ilmu tanah, meteologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika
juga dipelajari dalam pertanian. Usaha
tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena
menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani
adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh
"petani tembakau" atau "petani ikan".
Tantangan Perencanaan Wilayah Pertanian:
1.
Globalisasi,
pasar bebas, kapitalism, privatisasi
2.
Pluralisme
3.
Kerusakan
lingkungan
4.
Demokratisasi,
desentralisasi
5.
Kemiskinan
dan ketidak adilan sosial
Berdasarkan Tingkat
Keragamannya, Wilayah Pertanian Dikelompokkan Menjadi 2, yaitu:
1.
Wilayah
Pertanian seragam (Homogenous Agriculture Region), yaitu wilayah
pertanian yang kenampakan fisiknya didominasi oleh satu jenis
tumbuhan/tanaman/hewan/perikanan atau satu kelompok (famili) tumbuhan/tanaman.
Contoh : perkebunan tebu, perkebunan kelapa, tambak, perkebunan teh, dll
2.
Wilayah
Pertanian Heterogen (Heterogenous Agriculture Region), yaitu yaitu
wilayah pertanian yang kenampakan fisiknya didominasi oleh lebih dari satu
jenis tumbuhan/tanaman/hewan/perikanan atau lebih dari satu tipe penggunaan
lahan. Contoh : kawasan agroforestry, kawasan kebun campuran, area mina padi,
dll
Prinsip
Pengembangan Wilayah Pertanian
1.
Sesuai
secara fisik : kesesuaian lahan, resiko hama penyakit, ketersediaan
aksesibilitas/infrastruktur
2.
Sesuai
secara sosial budaya : tataruang, kebijakan yang terkait, tingkat penguasaan
teknologi, ketersediaan SDM, tidak bertentangan secara adat/institusi sosial
masyarakat
3.
Tidak
merusak lingkungan : resiko kerusakan tanah, pencemaran air, pemusnahan plasma
nutfah langka, pencemaran udara, marginalisasi masyarakat setempat
4.
Layak
secara ekonomi : B/C, BEP, NPV, ketersediaan pengembang
“Amunisi” bagi pengembang pertanian
(perencana dan pengembang):
1.
Spatial : pengetahuan tentang tata ruang, pemetaan (peta dan citra satelit),
kebijakan tata ruang
2.
Land quality : pengetahuan tentang evaluasi lahan dan land improvement, agroekologi
3.
Economy : pengetahuan tentang agribisnis (produksi, pengolahan, pemasaran),
akutansi, ekonomi pembangunan
4.
Regional complexity : kebudayaan, antropologi, komunikasi masa, conflict resolution,
sejarah, dll
Tahap-Tahap Pengembangan Wilayah Pertanian
1.
Mengenali
kondisi Fisik : kharakteristik tanah (kesuburan tanah, kesesuaian lahan),
landscape, ketersediaan & kualitas air, litologi, kerawanan bencana,
aksesibilitas, posisi keruangan,ketersediaan tanaman/tumbuhan eksisting, dan
kharakteristik komoditi yang akan dikembangkan
Kondisi fisik di Indonesia
a.
Negeri
Kepulauan (lautan > daratan)
b.
Sumberdaya
lahan (pedosfer, atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer) sangat bervariasi
c.
Merupakan
bagian dari “ring of fire” (banyak
gunung api, pertemuan plate tectonic) sehingga rawan gempa bumi
Kondisi Fisik
Daratan(ditinjau dari bentuklahan)
a.
Kawasan Marin
b.
Kawasan Fluvio-marin
c.
Kawasan dataran rendah
d.
Kawasan Pegunungan (volkanik, karst, angkatan,
lipatan)
Kondisi Fisik Daratan (ditinjau dari land
use)
a.
Kawasan
pedalaman (hutan lindung, cagar alam, hutan rakyat, hutan produksi, taman
nasional, dll)
b.
Kawasan
perdesaan (rural)
c.
Kawasan
transisi (rurban, desa kota/kota desa)
d.
Kawasan
perkotaan (urban)
Salah satu Pendekatan Mengenali Kondisi Fisik
(untuk pengembangan pertanian)
Evaluasi Lahan :
a.
Analisis
Kemampuan Lahan
Analisis
Kesesuaian Lahan
1.
Cocok
secara fisik (land sustability)
Dalam merencanakan wilayah pertanian harus
memperhatikan kondisi fisik alamnya yang berguna dalam penyusunan kesesuaian
lahannya, sehingga dapat bermanfaat sebagai peningkatan potensi pertanian.
Kondisi fisik yang harus diperhatikan seperti kondisi iklim, kondisi tanah, dan
juga kondisi medan. Iklim mempunyai beberapa unsur atau parameter yang tentunya
bisa diukur seperti penyinaran matahari, suhu udara, kelembaban, tekanan udara,
angina, awan, dan curah hujan. Komoditas pertanian yang dikembangkan di daerah
tertentu haruslah sesuai dengan iklim daerah tersebut. Tanah merupakan faktor penting
dalam pertanian, karena tanah sampai saat ini merupakan media utama yang
digunakan untuk pertanian. Komponen tanah yang diperhatikan terutama kesuburan
tanah, dimana kesuburan tanah itu dipengaruhi oleh sifat kimia, sifat fisik,
dan sifat biologi tanah. Kondisi medan berbeda dengan tanah, kondisi medan
lebih memandang bagaimana konfigurasi permukaan bumi yang ditentukan oleh
kemiringan lereng, ada tidaknya singkapan batuan, serta keadaan batuan atau
bahan kasar di permukaan bumi. Bahan kasar yang dimaksud seperti kerikil, dan
batuan biasa.
2.
Tidak
bertentangan secara sosiokultural
Sistem pertanian
harus selaras dengan norma, sosial, dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi
oleh masyarakat disekitarnya. Sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan
peternakan ayam di pekarangan milik sendiri. Mungkin secara ekonomis dan
ekologis menjanjikan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial
dapat memberikan aspek yang kurang baik, misalnya pencemaran udara karena bau
kotoran ayam.
Norma-norma sosial
dan budaya harus diperhatikan, apalagi sistem pertanian di Indonesia biasanya
jarak antara perumahan penduduk dengan areal pertanian sangat berdekatan.
Didukung dengan tingginya nilai sosial pertimbangan utama sebelum merencanakan
wilayah pertanian secara luas.
3.
Berkelanjutan
Pertanian harus
berdasarkan asas keberlanjutan, yaitu mencangkup aspek ekologis, sosial, dan
ekonomi. Konsep pertanian yang berkelanjutan dapat diwujudkan dengan
perencanaan wilayah yang berbasiskan sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah
tertentu. Menurut ahli pertanian barat Dr. Peter Goering, terdapat empat
kecenderungan positif yang mendorong sistem budidaya pertanian harus
berkelanjutan, yaitu perubahan sikap petani, permintaan produk organic,
keterkaitan petani dan konsumen, serta perubahan kebijakan.
Di Negara-negara
Uni Eropa, khususnya Denmark dan Jerman, jumlah petani organic meningkat pesat.
Demikian juga di Swedia, dalam kurun waktu empat tahun, luas pertanian organic
meningkat hampir 300%. Para petani organic di Negara-negara maju juga sudah
memenuhi standar kesehatan. Komoditas pertanian yang disebut produk hijau (green product) menjadi jaminan bahwa
produk tersebut sehat dan aman, baik bagi manusia ataupun lingkungan. Produk
yang disertifikasi bukan hanya produk-produk tanaman dan peternakan, namun juga
perikanan (organic fish).
Keterkaitan antara
petani dan konsumen menjadi langkah awal atau kebangkitan transformasi
pertanian subsisten kearah sistem pertanian yang berorientasi pasar (market oriented). Maka dari itu harus
dilakukan perubahan kebijakan pertanian yang tidak hanya berorientasi hasil,
namun juga memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam secara serius.
4.
Tidak
merusak lingkungan
Pada hakikatnya
sistem pertanian berkelanjutan adalah kembali kepada alam, yaitu sistem
pertanian yang tidak merusak, mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan
lingkungan. Revolusi hijau dengan input bahan kimia memberi bukti bahwa
lingkungan pertanian menjadi hancur dan tidak lestari, solusinya adalah
menerapkan sistem pertanian organic. Dalam pelaksanaannya, sistem pertanian
organik sangat memperhatikan kondisi lingkungan dengan mengembangkan metode
budi daya dan pengolahan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Sistem pertanian
organik diterapkan berdasarkan atas interaksi tanah, tanaman, hewan, manusia,
mikroorganisme, ekosistem, dan lingkungan dengan memperhatikan keseimbangan dan
keanekaragaman hayati. Pertanian organik banyak memberikan kontribusi pada
perlindungan lingkungan dan masa depan kehidupan manusia. Pertanian organik
juga menjamin keberlanjutan bagi agroekosistem dan kehidupan petani sebagai
pelaku pertanian. Sumber daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga unsur
hara, bimassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah
pencemaran.
5.
Layak
secara ekonomi
Sistem pertanian
yang dibangun harus layak secara ekonomi artinya komoditas yang dihasilkan
menguntungkan. Sistem pertanian harus mengacu pada pertimbangan laba rugi, baik
bagi diri sendiri maupun bagi oranglain, untuk jangka pendek dan jangka
panjang.
2.2 Tantangan
Perencanaan Wilayah Pertanian
1.
Globalisasi,
perdagangan bebas, capitalism, privatisasi
Globalisasi telah
dipergunakan oleh paham perdagangan dan industri untuk menyerap warga miskin
dunia untuk mengumpulkan keuntungan dan kekayaan bagi segelintir warga kaya di
dunia. Pertanian dianggap sebagai menjadi sector yang paling strategis bagi
perdagangan dan industri dunia, sebab dengan menguasai sector pertanian dunia
berarti bisa menguasai pangan dunia.
Saat ini nasib
petani sudah dikontrakan dalam organisasi perdagangan dunia. Dimana seluruh
petani di dunia harus mengikuti cara dan mekanisme kerja perdagangan bebas.
Persoalannya petani miskin selalu diugikan dengan perusahaan pertanian baik di
Negara miskin maupun di Negara kaya, sebab salah satu kebijakan utama dalam
perjanjian tersebut adalah mengurangi subsidi petani namun meningkatkan subsidi
perusahaan pertanian.
Kondisi pertanian
Indonesia yang masih lemah dalam persaingan di tingkat global yang menganut
kepada mekanisme pasar dalam sistem kapitalisme menjadikan Indonesia salah satu
Negara pengimpor beras terbesar di dunia dan kalah saing dengan hasil pertanian
Thailand, China, bahkan Vietnam. Ditambah dengan adanya sector privatisasi yang
tentunya akan terjadi keterbatasan untuk mengakses lahan, air dan sumber lain
yang produktif oleh masyarakat (khusus dalam hal ini adalah petani). Negara
tidak bisa mengintervensi kepemilikan dan Negara berada diluar pasar dari semua
kepemilikan. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas,
privatisasi, kapitalisme, dan globalisasi.
2.
Kerusakan
lingkungan
Saat ini lahan di
Indonesia sebagian besar sudah masuk kedalam lahan kritis atau mengalami
kerusakan lingkungan. Apabila lingkungan tercemar atau rusak, maka tanaman juga
tercemar dan manusia yang mengkonsumsi hasil dari tanaman tersebut juga
mendapat dampak negative. Dampak negative dari kerusakan lingkungan perlu
mendapatkan perhatian, karena hal tersebut akan berdampak terhadap kelangsungan
hidup manusia. Contohnya adalah perihal pupuk, karena pupuk
mempengaruhi akan besar kecilnya hasil yang akan didapat. Berbagai macam pupuk
telah di kembangklan untuk memenuhi hasil yang optimal. Tentunya hal tersebut
di kejar untuk mencari kuntungan yang sebesar-besarnya. Maka tercetuslah yang namanya
pupuk kimia, dimana pupuk yang dihasilkan dari pabrik dengan meramu bahan-bahan
kimia anorganik yang berkadar hara tinggi.
Pupuk adalah sejenis zat sistetis maupun organik, yang
memiliki fungsi untuk meningkatkan pasokan nutrisi penting yang meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan vegetasi di dalam tanah. Meski ditujukan untuk
memberikan keuntungan bagi manusia, namun dampak dari kegiatan pemupukan pada
tanah perlu diperhatikan. Hal ini khususnya pada penggunaan pupuk kimia. Jika
dilakukan secara berlebihan, penggunaan pupuk kimia bisa menimbulkan dampak
yang justru akan merusak lingkungan. Karena akan membuat kondisi tanah menjadi
tidak subur dan padat. Yang mengerikan lagi dengan pengunaan pupuk kimia secara
berlebihan dan berkelanjutan akan berdampak mematikan banyak mikro organisme
dalam tanah yang sangat dibutuhkan tumbuhan.
3.
Demokratisasi,
desentralisasi
Bebarapa isu utama
yang dihadapi pembangunan pertanian di Indonesia adalah demokratisasi dan
desentralisasi. Searah dengan semangat desentralisasi, kebijakan nasional yang
tertuang dalam UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No.32 Tahun
2004 telah memberikan ruang gerak desentralisasi melalui kebijakan ”otonomi
daerah”. Menurut Akhmadi (2004), sesuai dengan otonomi daerah, kewenangan di
bidang penyuluhan pertanian sejak tahun 2001 dilimpahkan kepada pemerintah
daerah agar daerah mampu meningkatkan kinerja penyuluhan pertanian.
Demokratisasi dan desentralisasi seharusnya menjadi instrument untuk pemerataan
daerah, tetapi tidak jarang disalahgunakan oleh pemerintah daerah akibat dari
adanya otonomi tersebut. Pengerukan sumberdaya semakin besar dan merugikan
warga setempat. Sector pertanian yang seharusnya menjadi pilar ekonomi tidak
mengalami kemajuan. Apabila desentralisasi dilakukan dengan benar, sector
pertanian akan semakin baik karena sector pertanian menjadi salah satu pilar
untuk pemerataan pembangunan di daerah
4.
Kemiskinan
dan ketidakadilan
Masalah kemiskinan
dapat dilihat dengan ketidakadilan pada penguasaan faktor produksi tanah. Hingga
saat ini kepemilikan lahan petani di Jawa rata-rata 0.3 hektar dan diluar Jawa
0.5 hektar. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar, lewat Hak Guna Usaha (HGU)
bisa menguasai ratusan ribu hektar sendirian. Akibatnya petani yang ingin
memproduksi tanaman pangan tidak mempunyai akses terhadap tanah-tanah
pertanian. Keterbatasan lahan dan sumber-sumber produktif lain berpotensi
membuat petani hanya menjadi buruh upahan pada sistem perkebunan, yang berujung
pada kemiskinan struktural. Saat harga pangan mahal, petani yang berupah rendah
tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini yang menyebabkan
bertambahnya angka gizi buruk di Indonesia. Akibatnya kemiskinan dan kelaparan
menjadi masalah besar, masih sangat jauh jalan menuju kesejahteraan dan bebas
dari kemiskinan. Hingga saat ini keseriusan pemerintah dalam memberikan akses
lahan kepada petani belum sepenuhnya terlaksana.
Hal lain yang harus
dilakukan pemerintah adalah pembatasan maksimum kepemilikan lahan oleh swasta.
Mengendalikan penanaman modal asing dalam pengelolaan sumber-sumber agraria
tentunya dapat berdampak positif untuk pengarusutamaan terhadap petani dan
rakyat kecil. Saat ini masih 44 % tenaga kerja di Indonesia bekerja di
pertanian dan melihat besarnya angka tersebut maka penguasaan sumber-sumber
agraria yang merata dan dikelola oleh rakyat memiliki peranan yang sangat besar
dalam mengatasi kemiskinan dan kelaparan baik di wilayah perkotaan maupun
pedesaan.
Pembangunan pertanian di Indonesia ke depan
menurut Supena dan Syafa’at (2000),harus selalu diarahkan agar mampu
memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumberdaya wilayah secara
berkelanjutan. Oleh karena itu kebijaksanaan pembangunan pertanian mesti
dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Pembangunan pertanian dalam konteks
ekonomi wilayah semakin relevan dengan berlakunya UU nomor 22 dan nomor 25
tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam PP nomor 2 tahun 2000. Hal ini
berarti bahwa pemerintah pusat hanya berperan dalam merancang perencanaan yang
bersifat makro, sedangkan pemerintah daerah merancang pelaksanaan pencapaian
target sesuai dengan kondisi wilayah.
2.3 Langkah
Perencanaan Wilayah Pertanian
a.
Gambaran
kondisi saat ini & identifikasi masalah
b.
Menetapkan
visi, misi, dan tujuan umum
c.
Identifikasi
pembatas dan kendala (SWOT)
d.
Proyeksi
berbagai variabel yang terkait (controllable
dan non-controllable)
e.
Menetapkan
sasaran dalam kurun waktu tertentu
f.
Mencari
dan mengevaluasi berbagai alternatif untuk mencapai sasaran
g.
Memilih
alternatif yang terbaik
h.
Menetapkan
lokasi dari berbagai kegiatan
i.
Menyusun
kebijakan dan strategi agar kegiatan setiap lokasi berjalan sesuai dengan
harapan
Sektor
pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur
pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak
mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa.
Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang
menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak
terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran.
Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan
tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya.
2.4 Visi,
Misi dan Tujuan Umum Sektor Pertanian
Visi
Kementerian Pertanian 2010 - 2014:
Terwujudnya Pertanian
Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk
Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor dan
Kesejahteraan Petani.
Misi
Kementerian Pertanian 2010 - 2014:
1. Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang
efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan
melalui pendekatan sistem agribisnis.
2. Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang
mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk
meningkatkan kemandirian pangan.
3. Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan
pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.
4. Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri
serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk
pertanian berdaya saing tinggi.
5. Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman,
sehat, utuh dan halal (ASUH) dikonsumsi.
6. Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian
sebagai bahan baku industri.
7. Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara
vertikal dan horisontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan
menciptakan lapangan kerja di pedesaan.
8. Mengembangkan industri hilir pertanian yang
terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik,
regional dan internasional.
9. Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan
perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan.
10. Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur
pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.
2.5 Tujuan dan Sasaran
Tujuan pembangunan
pertanian Indonesia adalah:
1.
Menumbuh kembangkan
usaha pertanian di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan,
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
2.
Menumbuhkan industri
hulu, hilir dan penunjang dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk
pertanian;
3.
Memanfaatkan
sumberdaya pertanian secara optimal melalui pemanfaatan teknologi yang tepat
sehingga kapasitas sumberdaya pertanian dapat dilestarikan dan ditingkatkan;
4.
Membangun kelembagaan
pertanian yang kokoh dan mandiri;
5.
Meningkatkan
kontribusi sektor pertanian dalam pemasukan devisa;
Sasaran pelaksanaan
pembangunan pertanian adalah:
1.
Berkembangnya
usaha-usaha penunjang dan pengolahan hasil pertanian, seperti industri benih,
kios pupuk, jasa alsintan , industri pangan dan lainnya;
2.
Produksi pertanian
rata-rata per tahun meningkat : untuk tanaman pangan 2 persen; hortikultura 5
persen; perkebunan 5 persen; dan peternakan 5 persen
3.
Pendapatan riil
petani meningkat 3,5 persen per tahun;
4.
Nilai ekspor produk
pertanian pertanian meningkat dari US $ 3,7 milyar pada tahun 2004 manjadi US $
9,0 milyar pada tahun 2009;
5.
Agroindustri
meningkat ditandai oleh meningkatnya produk olahan pertanian rata rata 5 persen
per tahun,
6.
Dikembangkannya
organisasi dan kelembagaan pertanian seperti kelompok tani di sebagian besar
desa, asosiasi setiap komoditi, koperasi pertanian dan organisasi agribisnis
lainnya, yang dicirikan oleh meningkatnya daya tawar petani.
7.
Meningkatnya
kemandirian pangan yang ditandai oleh berkurangnya import bahan pangan utama
rata-rata 10 persen per tahun,
8.
PDS Pertanian
meningkat 2,5 persen per tahun;
2.6 Identifikasi
pembatas dan kendala (SWOT)
Analisis SWOT dapat digunakan untuk menetapkan tujuan
secara lebih realistis dan efektif, serta merumuskan strategi dengan efektif
pula. Dengan berlandaskan SWOT, tujuan tidak akan menjadi terlalu rendah atau
terlalu tinggi. Dengan analisis SWOT akan diketahui kekuatan dan kesempatan
yang terbuka sebagai faktor positif dan kelemahan serta ancaman yang ada
sebagai faktor negatif. Maka diperoleh semacam core strategy yang prinsipnya merupakan:
a. Strategi yang memanfaatkan kekuatan dan kesempatan
yang ada secara terbuka
b. Strategi yang mengatasi ancaman yang ada
c. Strategi yang memperbaiki kelemahan yang ada
Teknik Swot terbagi menjadi empat faktor
yaitu:
1.
Strength (faktor internal)
Membahas tentang kekuatan atau potendi yang
dimiliki oleh sektor pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan suatu
wilayah.
2.
Weakness (faktor internal)
Membahas tentang kelemahan atau masalah-masalah yang dihadapi oleh
sektor pertanian sehingga menghambat pembangunan dari potensi yang dimiliki
suatu wilayah.
3.
Opportunity (faktor eksternal)
Membahas tentang kesempatan atau peluang yang dimiliki oleh sektor
pertanian untuk pemanfaatan dan pengembangan potensi sektor dengan terlebih
dahulu mengatasi masalah yang dimiliki oleh sektor pertanian yang ingin
dikembangkan tersebut.
4.
Threat (faktor eksternal)
Berupa
ancaman atau hambatan yang dimiliki oleh sektor pertanian di suatu wilayah jika
masalah yang dihadapi pada sektor tersebut tidak dapat diatasi.
Dalam perencanaan wilayah sector pertanian,
dapat pula kita menggunakan beberapa upaya peningkatan produksi pertanian,
seperti
1.
Intensifikasi
pertanian,
yaitu peningkatan hasil pertanian secara maksimal dengan
menggunakan teknologi tepat guna, seperti penggunaan alat-alat modern, irigasi
yang baik, penggunaan bibit unggul, pestisida, dan pupuk.
2.
Ekstensifikasi
pertanian,
yaitu perluasan areal persawahan dengan pembangunan
irigasi baru, pemanfaatan daerah rawa, dan perluasan areal pertanian baru
dengan mengelola lahan tidak produktif dan semak hutan menjadi daerah
pertanian.
3.
Diversifikasi
pertanian,
yaitu memperbanyak jenis-jenis tanaman pertanian sesuai
dengan potensi sumber daya alam yang terdapat di suatu daerah, seperti tanaman
palawija dan tanaman keras.
4.
Rehabilitas
pertanian,
ialah memperbaiki kembali lahan kritis lewat penghijauan
(reboisasi), terasering, pemupukan alami, dan menanam pohon-pohon produktif.
Studi
kasus yang kami ambil adalah pertanian di kabupaten Lebak, Banten. Dimana
perencanaan wilayah untuk pertanian di Kabupaten Lebak, Banten ini
memperhitungkan dan juga menganalisis zona agroklimat dan juga peta potensi
wilayah pertanian di kabupaten tersebut.

Gambar Peta Administrasi Kabupaten Lebak
Dalam
perencanaan wilayah Kabupaten Lebak, Banten ini, untuk mendapatkan zona
agroklimatnya, kita harus menganalisis ketinggian tempat ditiap wilayah beserta
jenis iklim (dalam hal ini menurut Junghuhn dan Oldeman. Setelah dianalisis
jenis iklim yang ada di Kabupaten Lebak, Banten, adalah sebagai berikut.
C2 : Tipe iklim ini meliputi sebagian
Kecamatan Muncang, Leuwidamar, Sajira, dan Cipanas dengan elevasi < 600 mdpl
dan memiliki luas 45,06 km2. Sehingga berdasarkan klasifikasi
Oldeman dan Junghuhn wilayah tersebut cocok untuk dijadikan kawasan pertanian
padi ladang, palawija, seperti jagung dan umbi-umbian. Dikatakan C2 apabila
terdapat 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering. Pada tipe iklim ini
hanya dapat ditanam padi satu kali dalam setahun dan juga jika akan menanam
tanaman palawija yang kedua, harus berhati-hati, jangan sampai jatuh pada bulan
kering.
D1 : tipe iklim ini meliputi sebagian
Kecamatan Warung Gunung, Cikulur, Cibadak, Kalanganyar, Rangkasbitung, Cimarga,
Leuwidamar, Cileles Bojongmanik, Cirinten, Cigemblong, Malingping, Cihara,
Wanasalam, dan Cijaku dengan luas 756,6 km2. Dikatakan tipe iklim D1
apabila terdapat 3-4 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan kering. Pada
tipe iklim ini tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bisa
tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi , dan dengan terdapat 3-4 bulan
basah maka sangat cocok untuk menanam
palawija. Tanaman gandum pun cocok ditanam pada iklim ini dengan ketinggian
400-800 mdpl.
D2 : Dikatakan tipe iklim D2 jika terdapat
3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering. Pemanfaatan lahan riil di
lapangan pada wilayah D2 merupakan kawasan pertanian pangan lahan kering,
sebagian hutan dan sedikit pertanian lahan basah. Wilayah ini meliputi
kecamatan Cileles, Cimarga, Cikulur, Banjarsari, Leuwi Damar, Muncang dan
bojong Manik pada luas 169,42km2 serta terletak pada ketinggian
0-600 mdpl. Wilayah D2 ini kurang cocok apabila dikembangkan menjadi lahan
pertanian padi sawah tanpa bantuan sistem irigasi, tetapi akan lebih optimum
apabila dikembangkan menjadi lahan pertanian palawija dan kacang-kacangan,
seperti jagung, umbi kayu, kacang hijau serta kacang kedelai, namun hanya cukup
1 kali tanam dalam setahun, mengingat jumlah curah hujan yang terbatas. Selain
ditanami palawija dan kacang-kacangan, wilayah ini juga sangat cocok apabila
dikembangkan menjadi lahan perkebunan tebu.
D3 : Wilayah iklim D3 meliputi sebagian
Kecamatan Cileles, Bojongmanik, Leuwidamar, Cirinten, Gunung Kencana,
Banjarsari, Cijaku, Malingping, dan Wanasalam dengan luas 487,3 km2
serta teletak pada ketinggian 0-600 mdpl. Pemanfaatan lahan riil di lapangan
pada wilayah ini adalah pertanian lahan kering, hutan dan sebagian pertanian
lahan basah, khsusunya di wilayah hilir sungai Ci Binuangen. Iklim D3 tidak
jauh berbeda dengan iklim D2, yakni terdapat 3-4 bulan basah berurutan serta
5-6 bulan kering, sehingga jenis tanaman pertanian yang dapat dikembangkannya
pun tidak jauh berbeda dengan wilayah D2, dimana tanaman padi akan kurang
optimum apabila tanpa irigasi. Tanaman palawija dan kacang-kacangan, seperti
jagung atau pun kacang kedelai akan lebih optimum apabila dikembangkan pada
wilayah ini.
E2 : Dikatakan tipe iklim E2 apabila
terdapat 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering. Luas wilayah iklim E2
adalah 440,3km2 dan terletak pada ketinggian yang cukup bervariasi.
Sebagian kecamatan Cibeber, Sobang dan Lebak Gedong merupakan wilayah E2 yang
terletak pada ketinggian >1000 mdpl,
sebagian kecamatan Cigemblong, Sobang dan sebagian lagi kecamatan lebak
Gedong terletak pada ketinggian 600-1000 mdpl. Meskipun sebagian besar wilayah
iklim E2 ini terletak pada ketinggian >600 mdpl yang menurut Junghuhn hanya
tanaman palawija yang paling cocok apabila dikembangkan pada wilayah ini, sebab
tanaman palawija merupakan jenis-jenis tanaman yang memang cukup toleran
terhadap jumlah curah hujan yang terbatas.
E4 : tipe iklim ini meliputi sebagian
Kecamatan Leuwidamar, Muncang, Bojongmanik, Sobang, Cirinten, Cibeber,
Cigemblong, Panggarangan, Bayah, Cihara, dan Cilograng dengan luas 937,5 km2.
Dikatakan tipe iklim E4 apabila terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan
dan lebih dari 6 bulan kering. Cocok untuk tanaman kedelai dan tanaman kacang –
kacangan lainnya.
Setelah
dianalisis dan hasilnya seperti telah tersebut diatas, maka jika dituangkan
dalam peta, persebarannya adalah sebagai berikut.

Dalam
perencanaan wilayah, kita juga memperhatikan peta potensi pertanian kabupaten
tersebut. Hal ini bisa menjadi masukkan untuk pemerintah dalam pembagian
wilayah pertanian sesuai dengan zona agroklimat dan tanaman yang
sebaiknya/cocok ditanam di wilayah tersebut.
Di
Kabupaten Lebak, peta potensi pertanian setelah dianalisis dengan zona
agroklimat menghasilkan peta sebagai berikut.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perencanaan Wilayah sector pertanian
merupakan hal yang diharuskan bagi setiap negara agarproduktivitas pertanian dan hasil buminya dapat terus
diperbaharui baik dalam pelestarian tanaman pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan yang harus terus
dijaga kelestarian agar ketahanan pangan dan kesejaheraan bangsanya dapat terus
terpenuhi. Selain itu pembangunan pertanian juga dapat menghasilkan devisa negara yang cukep
besar.
Pada masa Orde Baru dimana ketika masa
jabatan presiden Soeharto giat melakukan pembangunan terutama pembangunan
dalam aspek pertanian terus dilakukan dengan
gencar.ada beberapa kebijakan yang telah dilakukan oleh Soeharto seperti REPELITA, Revolusi Hijau, BIMAS, INMAS,
INSUS, dan Panca Usaha Pertanian.
Semua kebijakan tersebut
terus dilakukan terus-menerus guna meningkatkan pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatana
produktifitas tanaman panga nyang
akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan.
Kebijakan-kebijakan juga terus berlanjut pada
masa Reformasi hingga sekarang yang menghasilkan cara-cara yang lebih modern
dan tidak menyulitkan bagi para petani untuk memberikan hasil terbaik dan cepat pada sektor pertanian Indonesia seperti pembuatan
area irigasi maupun penelitian-peneliatian
yang dilakukan guna menghasilkan bibit-bibit unggul yang menghasilkan hasil terbaik.
3.2 Saran
Pembangunan sistem pertanian di Indonesia
menghasilkan beberapa kemajuan yang cukup pesat bagi bangsa ini, tapi pada beberapa permasalahan terdapat hal-hal yang mengalami kekurangan dan mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan
tidak seimbang.
Sistem pertanian pada daerah yang masih
menggunakan sistem pertanian tradisional atau tertinggal dari daerah lainnya hendaknya dilakukan penyuluhan pertanian kepada para petani agar
melakukan sistem pertanian yang lebih modern.
Selain itu pembangunan areal irigasi hendaknya dibangun secaraluas dan
merata pada setiap daerah, begitupun dengan
pengembangan sistem SRI yang dinilai banyak memberikankeuntungan bagi para petani untuk diaplikasikan secara merata.
DAFTAR
PUSTAKA
Bustanul
Arifin. 2010. Strategi Pembangunan Pertanian Indonesia. [Online]. Tersedia: http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/04/30/strategi-pembangunan-pertanian-indonesia/ . Diakses pada 5 Agustus 2014.
Kementrian
Pertanian Republik Indonesia.2014.Visi dan Misi.[Online].Tersedia: http://www.pertanian.go.id//ap_pages/detil/2/2014/04/11/09/38/19/Visi-dan-Misi#. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Lutfia
Alfisyahrin, Rina. 2013. Makalah Intensifikasi Pertanian. [Online]. Tersedia :http://rinalutfiaalfisyahrin.blogspot.com/2013/04/makalah-intensifikasi-pertanian.html. Diakses pada 5
Agustus 2014.
Muliawan,
Awan. 2011. Konsep Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. [Online]. Tersedia: http://awanpwk09.blogspot.com/2011/04/konsep-perencanaan-pengembangan-wilayah_28.html. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Torus. 2012. Penjelasan Tentang Intensifikasi Pertanian. [Online].
Tersedia: http://allaboutpertanian.blogspot.com/2012/04/penjelasan-tentang-intensifikasi.html. Diakses pada 5 Agustus 2014.
Yopantry Panjaitan,
Ananda. 2010. Program Intensifikasi dan Ekstensifikasi Tanaman. [Online].
Tersedia :http://anandayopantry.blogspot.com/2010/11/program-intensifikasi-dan.html. Diakses pada 5
Agustus
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada kita semua
sehingga kita masih diberikan kesehatan hingga pada saat ini. Tak lupa shalawat
serta salam penulis sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
kita nantikan syafaatnya kelak di hari kiamat. Aamiin.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada mahasiswa pada khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.
Penulis juga berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca semuanya.
Ciamis,
Oktober 2016
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Perencanaan Wilayah Pertanian ............................................................................ 5
2.2 Tantangan Perencanaan Wilayah Pertanian ..................................................................... 11
2.3 Langkah Perencanaan Wilayah Pertanian ....................................................................... 14
2.4 Visi, Misi dan Tujuan Umum Sektor Pertanian ............................................................... 15
2.5 Tujuan dan Sasaran ....................................................................................................... 16
2.6 Identifikasi pembatas dan kendala (SWOT) ................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 25
3.2 Saran ............................................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar